Rabu, 03 September 2014
Senin, 26 Mei 2014
Poster Kekerasan terhadap Anak
assalamualaikum
Berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No.3 tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “ Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
oleh karena itu saya ingin berpartisipasi dalam usaha perlindungan anak. yaitu pelindungan anak dari kekerasan baik secara fisik termasuk seksual maupun secara psikologis.
poster disamping ada kalimat "anda memang tidak menampar wajahnya hingga membuat hidungnya berdarah...." tapi perkataan dan perbuata anda berpengaruh terhadap kenyamanan anak.
STOP CHILD ABUSE.. yang artinya hentikan penyalahgunaan anak.. kenapa saya mengambil kata "abuse" karena berarti penyalahgunaan (kekerasan, kekejaman, makian, caci maki, dampratan). sehingga tidak hanya kekerasan secara fisik saja,tetapi secar psikis juga. semoga karya saya ini dapat membantu mengurangi kekerasan terhadap anak, yang sekarang di tahun 2014 ini sangat marak dan banyak pemberitaan tentang kekerasan terhadap anak. semoga perlindungan anak seperti pada UU no 23 tahun 2002 klik disini http://dr-sihnanto.blogspot.com/2014/04/download-button.html dapat terlaksana secara sepenuhnya dan ada hukuman yang setimpal pada pelaku kekerasan terhadap anak. sekian dari saya.
wassalamualaikum
Berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No.3 tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “ Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
oleh karena itu saya ingin berpartisipasi dalam usaha perlindungan anak. yaitu pelindungan anak dari kekerasan baik secara fisik termasuk seksual maupun secara psikologis.
poster disamping ada kalimat "anda memang tidak menampar wajahnya hingga membuat hidungnya berdarah...." tapi perkataan dan perbuata anda berpengaruh terhadap kenyamanan anak.
STOP CHILD ABUSE.. yang artinya hentikan penyalahgunaan anak.. kenapa saya mengambil kata "abuse" karena berarti penyalahgunaan (kekerasan, kekejaman, makian, caci maki, dampratan). sehingga tidak hanya kekerasan secara fisik saja,tetapi secar psikis juga. semoga karya saya ini dapat membantu mengurangi kekerasan terhadap anak, yang sekarang di tahun 2014 ini sangat marak dan banyak pemberitaan tentang kekerasan terhadap anak. semoga perlindungan anak seperti pada UU no 23 tahun 2002 klik disini http://dr-sihnanto.blogspot.com/2014/04/download-button.html dapat terlaksana secara sepenuhnya dan ada hukuman yang setimpal pada pelaku kekerasan terhadap anak. sekian dari saya.
wassalamualaikum
Senin, 12 Mei 2014
Rabu, 30 April 2014
Selasa, 22 April 2014
Kamis, 17 April 2014
Pengertian Kelompok
A
Dalam
kehidupan dapat kita amati dalam masyarakat terdapat adanya kelompok-kelompok
tertentu yang jumlahnya sangat banyak, kelompok satu dengan lainnya
berbeda. Menurut Show (1979) kelompok ialah “as two or more people who
interact with and influence one other”, yakni satu atau dua orang yang
anggotanya saling berinteraksi satu dengan yang lain, dan karenanya saling
mempengaruhi. Kelompok mempunyai ciri-ciri, yaitu tujuan, struktur, dan
groupness. Macam-macam kelompok, antara lain:
1. Kelompok primer
Kelompok primer ialah kelompok yanng mempunyai interkasi sosial yang cukup
intensif, cukup akrab, hubungan antara anggota satu dengan yang lain cukup
baik. Kelompok ini juga sering disebut face to face group, anggota
kelompok satu sering bertemu dengan kelompok lain, sehingga para anggota
kelompok satu sering bertemu dengan kelompok yang lain, sehingga para anggota
kelompok salinng kenal mengenal dengan baik. Misal keluarga, kelompok belajar.
2. Kelompok sekunder
Kelompok sekunder ialah kelompok yang mempunyai interaksi
yang kurang mendalam bila dibandingkan dengan kelompok primer. Hubungan antara
anggota satu dengan yang kurang mendalam, karenanya hubungan anggota satu
dengan anggota yang lain agak renggang, tidak seintensif seperti pada kelompok primer.
Hubungan pada kelompok sekunder lebih bersifat formal, objektif, atas dasar
logis rasional, kurang bersifat kekeluargaan, sedangkan pada kelompok primer
hubungannya justru sebaliknya, lebih bersifat informal, subjektif, atas dasar perasaan dan dasar kekeluargaan.
Ciri-ciri kelompok :
a.
Terdapat dorongan(motiv) yang sama pada
individu-individu yang menyebabkan tejadinya interksi kearah tujuan yang sama.
b.
Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan
terhadap individu individu yang satu denga yanng lain berdasarkan reaksi-reaksi
dan kecakapan-kecakapan yang berbeda antara individu yang terlibat didalamnya.
Oleh karena itu lambat laun mulai terbentuk pembagian tugas serta
struktur tugas tugas tertentu dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan yang sama
itu. Sementara itu mulai pula terbentuk norma-norma yang khas dalam interaksi
kelompok kearah tujuannya sehingga mulai terbentuk kelompok sosial dengan
ciri-ciri khas.
c.
Pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang
jelas dan terdiri atas peranan-peranan dan kedudukan yang lambat laun
berkembang dalam usaha pencapaian tujuannya.
d.
Terjadinya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman
tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan kelompok
dalam merealisasikan tujuan kelompok.
Kamis, 20 Maret 2014
Sabtu, 15 Maret 2014
Definisi Masalah Sosial dan Jenis Masalah Sosial dalam Masyarakat
Masalah sosial adalah suatu
ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang
membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara
unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti
kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
Memang di dunia ini tidak ada satu mahluk pun yang sempurna dari segala sisi kehidupannya.
Di negara-negara miskin dan yang sedang membangun, pasangan yang baru saja menikah, biasanya langsung terjun dalam proyek mempunyai anak, karena memang itulah tujuan pernikahan bagi mereka, membentuk sebuah keluarga.
Di sisi lain, banyak anak-anak perempuan umur belasan tahun yang hamil akibat dari kelengahan mereka yang tidak menggunakan proteksi ketika berhubungan intim dengan lawan jenisnya. Di mana pada kenyataannya sebagian besar dari mereka tidak siap dengan kedatangan bayi tersebut.
Mereka akhirnya berakhir di klinik-klinik aborsi yang banyak direkomendasikan dari mulut ke mulut. Dan yang lebih parah lagi, ada juga yang tega meninggalkan bayi-bayi itu di tempat sampah, di jalanan. Sebagian bayi-bayi buangan beruntung ditemukan orang dan segera diselamatkan. Sebagian lain meninggal karena dehidrasi, kedinginan dan timbulnya komplikasi-komplikasi lainnya yang tak dapat dihindari ketika bayi itu ditinggal sendirian di jalanan.
Di sisi yang lain, di negara-negara maju, banyak pasangan yang setelah hidup bersama atau menikah, lebih memilih untuk menunggu dulu sampai akhirnya mereka merasa siap menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Walaupun sebagian besar tidak mempunyai anak karena alasan ekonomi dan atau prinsip-prinsip yang mereka pegang
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
Memang di dunia ini tidak ada satu mahluk pun yang sempurna dari segala sisi kehidupannya.
Di negara-negara miskin dan yang sedang membangun, pasangan yang baru saja menikah, biasanya langsung terjun dalam proyek mempunyai anak, karena memang itulah tujuan pernikahan bagi mereka, membentuk sebuah keluarga.
Di sisi lain, banyak anak-anak perempuan umur belasan tahun yang hamil akibat dari kelengahan mereka yang tidak menggunakan proteksi ketika berhubungan intim dengan lawan jenisnya. Di mana pada kenyataannya sebagian besar dari mereka tidak siap dengan kedatangan bayi tersebut.
Mereka akhirnya berakhir di klinik-klinik aborsi yang banyak direkomendasikan dari mulut ke mulut. Dan yang lebih parah lagi, ada juga yang tega meninggalkan bayi-bayi itu di tempat sampah, di jalanan. Sebagian bayi-bayi buangan beruntung ditemukan orang dan segera diselamatkan. Sebagian lain meninggal karena dehidrasi, kedinginan dan timbulnya komplikasi-komplikasi lainnya yang tak dapat dihindari ketika bayi itu ditinggal sendirian di jalanan.
Di sisi yang lain, di negara-negara maju, banyak pasangan yang setelah hidup bersama atau menikah, lebih memilih untuk menunggu dulu sampai akhirnya mereka merasa siap menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Walaupun sebagian besar tidak mempunyai anak karena alasan ekonomi dan atau prinsip-prinsip yang mereka pegang
Pengertian masalah sosial
Ditinjau dari paradigma ilmu-ilmu sosial, pengertian masalah sosial masih lazim digunakan untuk menunjuk suatu masalah yang tumbuh dan/atau berkembang dalam kehidupan komunitas, di mana masalah itu dianggap kurang atau bahkan tidak sesuai dengan nilai -nilai dan/atau norma-norma sosial dalam komunitas tersebut. Tumbuh dan/atau berkembangnya suatu masalah sosial sangat tergantung pada dinamika proses perkembangan komunitas itu sendiri. Ketika suatu komunitas mengalami proses perkembangan
—baik karena adanya faktor -faktor dari luar komunitas, karena adanya faktor -faktor dari dalam
komunitas itu sendiri, maupun adanya proses deferensiasi struktural dan kultural
—biasanya
komunitas tersebut akan selalu mengalami goncangan, apalagi jika faktor -faktor perubahan itu datangnya sangat cepat. Dalam situasi seperti ini, tidak semua anggota komunitas siap dalam menerima perubahan itu. Misalnya, ada anggota komunitas yang sangat siap, cukup siap dan bahkan sama sekali tidak siap dalam menerima perubahan itu. Adanya perbedaan dalam kesiapan menerima perubahan itulah, yang biasanya menjadi factor pemicu tumbuh dan/atau berkembangnya suatu masalah-masalah sosial. Lihatlah, bagaimana timbulnya pro dan kontra tentang pornografi dan pornoaksi dalam liputan media massa yang merebak akhir -akhir ini!
Dalam konteks ini, tolok-ukur suatu masalah layak disebut sebagai masalah sosial atau tidak, akan sangat ditentukan oleh nilai -nilai dan/atau norma-noma sosial yang berlaku dalam komunitas itu sendiri. Oleh karena itu, pernyataan sesuai atau tidaknya suatu masalah itu dengan nilai-nilai dan/atau norma-norma sosial harus dikemukakan ol eh sebagian besar (mayoritas) dari anggota komunitas. Menyongsong tahun 2006 ini, tentu berbagai masalah sosial di Indonesia akan tetap ada, tumbuh dan/atau berkembang sesuai dengan dinamika komunitas itu sendiri.
Masalah- masalah sosial kultural di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari
Mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi mendengarnya. Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari masalah sosial dan budaya bangsa Indonesia. Segala sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan cara damai, jawabannya pasti dengan tawuran. Bukan hanya tawuran antar pelajar atau warga saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak atau elektronik, tetapi aparat pemerintah pun sepertinya tidak ingin ketinggalan pula. Persoalan tawuran banyak di picu oleh hal-hal yang sepele, misalnya kalah main kartu, saling menggoda wanita, saling mengejek dan lain-lain. Perubahan sosial yang diakibatkan karena sering terjadinya tawuran, mengakibatkan norma-norma menjadi terabaikan. Selain itu, menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek hubungan sosial.
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masayarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau sosial. Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain:
1.Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2.Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3.Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4.Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
Sedangkan menurut Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya. Namun yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987). Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :
1.Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
2.Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
3.Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.
Tawuran merupakan masalah sosial yang ada di masyarakat baik itu diperkotaan atau di pedesaan sekalipun. Banyak sekali kerugian yang diakibatkan dari tawuran tersebut seperti banyak terjadi kerusakan, rasa tidak aman, kematian dan sebagainya. Namun tetap saja banyak pelaku tawuran yang seakan tidak peduli bahkan merasa bahwa tawuran merupakan jalan keluar untuk mengatasi setiap masalah. Tawuran juga bisa dikatakan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys : The Culture of the Gang” (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami “anomie” di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam ‘gang’nya
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sebenarnya bisa berperan dalam usaha mengendalikan masalah sosial seperti tawuran yang sering terjadi di tengah masyarakat. Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai pihak ketiga yang menegahi masalah tersebut atau pihak yang netral tidak memihak. Peran ini setidaknya bisa diterima secara rasional, karena tidak memihak kepada kedua pihak yang bertikai.Peran sebagai pihak ketiga atau mediator adalah bentuk pengendalian secara kultural. Pengendalian ini berusaha untuk mengendalikan setiap individu atau kelompok untuk “back to habbits”, artinya mengembalikan kelompok yang bertikai kepada norma-norma yang berlaku di daerahnya. “Back to habbits” adalah tahap pertama dalam mengupayakan pengendalian masyarakat yang bertikai. Hal ini penting, karena sebelum kita melangkah ke tahap selanjutnya, setiap kelompok harus menyadari terlebih dahulu bahwa diantara mereka terjadi situasi konflik yang melanggar norma-norma yang berlaku. Kemudian, tahap selanjutnya adalah bagaimana kita bisa melakukan pengarahan, pembinaan, atau bimbingan terhadap masyarakat.
Ditinjau dari paradigma ilmu-ilmu sosial, pengertian masalah sosial masih lazim digunakan untuk menunjuk suatu masalah yang tumbuh dan/atau berkembang dalam kehidupan komunitas, di mana masalah itu dianggap kurang atau bahkan tidak sesuai dengan nilai -nilai dan/atau norma-norma sosial dalam komunitas tersebut. Tumbuh dan/atau berkembangnya suatu masalah sosial sangat tergantung pada dinamika proses perkembangan komunitas itu sendiri. Ketika suatu komunitas mengalami proses perkembangan
—baik karena adanya faktor -faktor dari luar komunitas, karena adanya faktor -faktor dari dalam
komunitas itu sendiri, maupun adanya proses deferensiasi struktural dan kultural
—biasanya
komunitas tersebut akan selalu mengalami goncangan, apalagi jika faktor -faktor perubahan itu datangnya sangat cepat. Dalam situasi seperti ini, tidak semua anggota komunitas siap dalam menerima perubahan itu. Misalnya, ada anggota komunitas yang sangat siap, cukup siap dan bahkan sama sekali tidak siap dalam menerima perubahan itu. Adanya perbedaan dalam kesiapan menerima perubahan itulah, yang biasanya menjadi factor pemicu tumbuh dan/atau berkembangnya suatu masalah-masalah sosial. Lihatlah, bagaimana timbulnya pro dan kontra tentang pornografi dan pornoaksi dalam liputan media massa yang merebak akhir -akhir ini!
Dalam konteks ini, tolok-ukur suatu masalah layak disebut sebagai masalah sosial atau tidak, akan sangat ditentukan oleh nilai -nilai dan/atau norma-noma sosial yang berlaku dalam komunitas itu sendiri. Oleh karena itu, pernyataan sesuai atau tidaknya suatu masalah itu dengan nilai-nilai dan/atau norma-norma sosial harus dikemukakan ol eh sebagian besar (mayoritas) dari anggota komunitas. Menyongsong tahun 2006 ini, tentu berbagai masalah sosial di Indonesia akan tetap ada, tumbuh dan/atau berkembang sesuai dengan dinamika komunitas itu sendiri.
Masalah- masalah sosial kultural di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari
Mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi mendengarnya. Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari masalah sosial dan budaya bangsa Indonesia. Segala sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan cara damai, jawabannya pasti dengan tawuran. Bukan hanya tawuran antar pelajar atau warga saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak atau elektronik, tetapi aparat pemerintah pun sepertinya tidak ingin ketinggalan pula. Persoalan tawuran banyak di picu oleh hal-hal yang sepele, misalnya kalah main kartu, saling menggoda wanita, saling mengejek dan lain-lain. Perubahan sosial yang diakibatkan karena sering terjadinya tawuran, mengakibatkan norma-norma menjadi terabaikan. Selain itu, menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek hubungan sosial.
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masayarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau sosial. Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain:
1.Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2.Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3.Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4.Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
Sedangkan menurut Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya. Namun yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987). Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :
1.Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
2.Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
3.Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.
Tawuran merupakan masalah sosial yang ada di masyarakat baik itu diperkotaan atau di pedesaan sekalipun. Banyak sekali kerugian yang diakibatkan dari tawuran tersebut seperti banyak terjadi kerusakan, rasa tidak aman, kematian dan sebagainya. Namun tetap saja banyak pelaku tawuran yang seakan tidak peduli bahkan merasa bahwa tawuran merupakan jalan keluar untuk mengatasi setiap masalah. Tawuran juga bisa dikatakan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys : The Culture of the Gang” (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami “anomie” di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam ‘gang’nya
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sebenarnya bisa berperan dalam usaha mengendalikan masalah sosial seperti tawuran yang sering terjadi di tengah masyarakat. Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai pihak ketiga yang menegahi masalah tersebut atau pihak yang netral tidak memihak. Peran ini setidaknya bisa diterima secara rasional, karena tidak memihak kepada kedua pihak yang bertikai.Peran sebagai pihak ketiga atau mediator adalah bentuk pengendalian secara kultural. Pengendalian ini berusaha untuk mengendalikan setiap individu atau kelompok untuk “back to habbits”, artinya mengembalikan kelompok yang bertikai kepada norma-norma yang berlaku di daerahnya. “Back to habbits” adalah tahap pertama dalam mengupayakan pengendalian masyarakat yang bertikai. Hal ini penting, karena sebelum kita melangkah ke tahap selanjutnya, setiap kelompok harus menyadari terlebih dahulu bahwa diantara mereka terjadi situasi konflik yang melanggar norma-norma yang berlaku. Kemudian, tahap selanjutnya adalah bagaimana kita bisa melakukan pengarahan, pembinaan, atau bimbingan terhadap masyarakat.
Kamis, 13 Maret 2014
ROKOK
1. PENGERTIAN ROKOK
Rokok merupakan salah satu zat aditif
yang bila digunakan mengakibatkan bahaya kesehatan bagi diri sendiri maupun
masyarakat, oleh karena itu diperlukan berbagai kegiatan pengamanan rokok bagi kesehatan
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang mengandung “nikotin” dan “tar” dengan atau tanpa bahan tambahan.
2. KANDUNGAN ROKOK
Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen,
dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan dan 43 jenis
lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Racun utama bagi rokok adalah tar,
nikotin, dan karbon monoksida.
Tar adalah substansi hidrokarbon
yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru, mengandung bahan kimia yang
beracun, sebagian merusak sel paru-paru dan menyebabkan kanker.
Nikotin adalah zat aditif yang
mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat yang bersifat arsinogen, dan memicu kanker paru yang mematikan.
Karbon monoksida adalah zat yang
mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Di
antara kandungan asap rokok termasuklah bahan radioaktif (polonium-201) dan
bahan-bahan yang digunakan di dalam cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), ubat
gegat (naphthalene), racun serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas
beracun (hydrogencyanide).
3. BAHAYA ROKOK
o
Asap rokok mengandung kurang
lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan
kanker bagi tubuh. Beberapa zat yang sangat berbahaya yaitu tar, nikotin,
karbon monoksida, dsb.
o
Asap rokok yang baru mati di
asbak mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung
bahan pengeiritasi mata dan pernapasan. Semakin pendek rokok semakin tinggi
kadar racun yang siap melayang ke udara. Suatu tempat yang dipenuhi polusi asap
rokok adalah tempat yang lebih berbahaya daripada polusi di jalanan raya yang
macet.
o
Seseorang yang mencoba merokok biasanya
akan ketagihan karena rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi
apapun. Seorang perokok berat akan memilih merokok daripada makan jika uang
yang dimilikinya terbatas.
o
Harga rokok yang mahal akan
sangat memberatkan orang yang tergolong miskin, sehingga dana kesejahteraan dan kesehatan keluarganya sering
dialihkan untuk membeli rokok.
o
Kegiatan yang merusak tubuh
adalah perbuatan dosa
4. PENYAKIT AKIBAT MEROKOK
1. Kanker
mulut
2. Kanker
paru-paru
3. Kanker
perut
4. Kanker
payudara
5. Penyakit
jantung
6. Stroke
7. Kemandulan
8. Bronchitis
9. Osteoporosis
5. MENGAPA ORANG MEROKOK
a. Rokok
tanda kejantanan
b. Ekspresi
perlawanan dan pemberontakan
c. Kebiasaan
sehari-hari (budaya)
d. Peer
pressure (tekanan teman sebaya)
e. Pencapaian
kebebasan
f. Pelarian
tekanan hidup
6. TIPS BERHENTI MEROKOK
Dikenal dengan
8M :
1. Memiliki
niat dan motivasi
2. Minum
air atau juice buah
3. Memohon
doa
4. Membuat
sesuatu
5. Mengunyah
sesuatu
6. Menarik
nafas panjang
7. Melengahkan
nyalaan api rokok
8. Melakukan
olahraga
7. UPAYA PENCEGAHAN
Dalam upaya prevensi, motivasi untuk
menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan.
Dengan menumbuhkan motivasi dalam diri untuk berhenti atau tidak mencoba untuk
merokok, akan membuat mereka mampu untuk tidak terpengaruh oleh godaan merokok
yang datang dari teman, media massa atau kebiasaan keluarga/ orangtua. Suatu
program kampanye anti merokok yang dilakukan dapat dijadikan contoh dalam
melakukan upaya pencegahan agar tidak merokok, karena ternyata program tersebut
membawa hasil yang menggembirakan. Kampanye anti merokok ini dilakukan dengan
cara membuat berbagai poster, film dan diskusi-diskusi tentang berbagai aspek
yang berhubungan dengan merokok. Lahan yang digunakan untuk kampanye ini adalah
sekolah-sekolah, televisi atau radio. Pesan-pesan yang disampaikan meliputi:
1. Meskipun
orang tuamu merokok, kamu tidak perlu harus meniru, karena kamu mempunyai akal
yang dapat kamu pakai untuk membuat keputusan sendiri.
2. Iklan-iklan
merokok sebenarnya menjerumuskan orang. Sebaiknya kamu mulai belajar untuk tidak
terpengaruh oleh iklan seperti itu.
3. Kamu
tidak harus ikut merokok hanya karena teman-temanmu merokok. Kamu bisa menolak
ajakan mereka untuk ikut merokok.
Senin, 03 Maret 2014
Selasa, 25 Februari 2014
Sabtu, 22 Februari 2014
Community Organization
Bimbingan sosial dengan
masyarakat sebagai salah satu metode pekerjaan sosial yang bertujuan untuk
memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang
ada di dalam masyarakat serta menekankan dengan adanya prinsip peran serta atau
partisipasi masyarakat. Upaya tersebut cenderung mengarah pada pemenuhan
kebutuhan bidang tertentu di masyarakat seperti kesejahteraan keluarga, kesejahteraan
anak dan lain sebagainya. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam metode ini
adalah:
a. Penyusunan program
didasarkan kebutuhan nyata yang mendesak di masyarakat.
b. Partisipasi aktif seluruh
anggota masyarakat.
c. Bekerja sama dengan
berbagai badan dalam rangka keberhasilan bersama dalam pelaksanaan program.
d. Titik berat program
adalah upaya untuk pencegahan, rehabilitasi, pemulihan, pengembangan dan
dukungan.
Langganan:
Postingan (Atom)