Selasa, 22 Oktober 2013

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
    Pendidikan multikultural (Multicultural Education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok.Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orangorang non Eropa. Sedangkan secara luas, pendidikan multicultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnic, ras, budaya, strata sosial dan agama.
    Menurut Tilaar bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultural dominan atau mainstream. Fokus seperti ini pernah menjadi tekanan pada pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individu-individu yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang pada akhirnya menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream. Pendidikan multicultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau mengerti (difference), atau politics of recognition (politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompokminoritas).
 
PENDEKATAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
    Mendesain pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan antar kelompok, budaya, suku, dan lain sebagainya, seperti Indonesia mengandung tantangan yang tidak ringan.Pendidikan multicultural tidak hanya sebatas “merayakan keragaman”. Jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi atau penindasan karena warna kulitnya, atau perbedaannya dari budaya yang dominan, akan berjalan dengan aman dan harmoni. dalam kondisi demikian, pendidikan multicultural lebih tepat diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan sejumlah pendekatan.
    Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multicultural.
a.       Pertama, tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling), atau pendidikan multicultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai tranmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi keliru bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan dikalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka; tapi justru semakin banyak pihak yang betanggung jawab, karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran informal diluar sekolah.
b.      Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Artinya, tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan sematamata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. Secara tradisional, para pendidik lebih mengasosiasikan kebudayaan dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus-menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan. Dalam konteks pendidikan multicultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun program pendidikan multicultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotipe menurut identitas etnik mereka; sebaliknya mereka akan  meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan dikalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.
c.       Ketiga, pengembangan kompetensi dalam suatu “kebudayaan baru” biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.
d.      Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara proporsional.
e.       Kelima kemungkinan bahwa pendidikan (baik formalmaupun non formal) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalambeberapa kebudayaan.
Dikotomi semacam ini akan membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Masyarakat adalah kumpulan masyarakat atau individu-individu yang terejawantahkan dalam kelompok sosial dengan tantangan budaya atau tradisi tertentu.Pendapat ini juga dikemukakan oleh Zakiah Drajat, yang menyatakan bahwa masyarakat secara sederhana diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama.Jadi dapat dipahami bahwa inti masyarakat adalah kumpulan besar individu yang hidup dan bekerjasama dalam masa relative lama, sehingga individu-individu tersebut dapat memenuhi kebutuhan mereka dan menyerap watak sosial.
    Dalam pendekatan pendidikan multikultural juga diperlukan kajian dasar terhadap masyarakat. Secara garis besar dasar-dasar tentang masyarakat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.    Masyarakat tidak ada dengan sendirinya. Masyarakat adalah ekstensi yang hidup dinamis, dan selalu berkembang.
b.   Masyarakat bergantung pada upaya setiap individu untuk memenuhi kebutuhan melalui hubungan dengan individu lain yang berupaya memenuhi kebutuhan masing-masing.
c.    Individu-individu, dalam berinteraksi dan berupaya bersama guna memenuhi kebutuhan, melakukan penataan terhadap upaya tersebut dengan jalan apa yang disebut tentang sosial.
d.   Setiap masyarakat bertanggung jawab atas pembentukan pola tingkah laku antara individu dan komunitas yang membentuk masyarakat.
e.    Pertumbuhan individu dalam komunitas, keterkaitan dengannya, dan perkembangannya dalam bingkai yang menuntunnya untuk bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar