Sabtu, 07 Desember 2013

Pengertian Psikologi, Pekerjaan Sosial Dan Ilmu Kesejahteraan Sosial

PSIKOLOGI PEKSOS 1
A.    Pengertian Psikologi, Pekerjaan Sosial Dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
 Pengertian Psikologi
Kata psikologi berasal dari dua kata yaitu psyche (jiwa) dan logos (ilmu) yang oleh banyak pihak dimaknai secara berbeda-beda. Berikut ini terdapat beberapa definisi psikologi menurut beberapa ahli:
1.      Garden Murphy
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya
2.      Morga, King, Weisz dan Schopler
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan, di dalamnya termasuk aplikasi ilmu tersebut terhadap masalah yang dihadapi manusia (human problems)
3.      Henry L. Roediger
Psikologi adalah studi yang sistematis mengenai tingkah laku dan kehidupan mental (mental life)
4.      Clifford Morgan
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan
5.      Edwin G. Boring
Psikologi adalah studi tentang hakikat manusia
6.      Sarlito Wirawan
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dan lingkungan
Dari definisi-definisi di atas diketahui bahwa psikologi secara umum mempelajari tingkah laku manusia dan hewan yang terkait dengan lingkungannya serta aplikasinya terhadap masalah yang dihadapi manusia.

 Pengertian Pekerjaan Sosial
Berikut ini adalah beberapa definisi pekerjaan sosial menurut para ahli:
1.    Allen Pincus dan Anne Minahan
Pekerjaan sosial berurusan dengan interaksi antara orang-orang dan lingkungan sosial, sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupannya, mengurangi ketegangan, dan mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka. Max  Siporin
Pekerjaan sosial didefinisikan sebagai metode institusi sosial untuk membantu orang-orang guna mencegah dan menyelesaikan masalah sosial dengan cara memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosialnya. Friedlander, Walter A. dan Apte, Robert Z.
Pekerjaan sosial adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan ilmiah guna membantu individu, kelompok, maupun masyarakat agar tercapainya kepuasan pribadi dan sosial serta kebebasan.[3]
2.    Charles Zastrow
Pekerjaan sosial adalah aktivitas profesional untuk membantu individu, kelompok atau komunitas guna meningkatkan atau memperbaiki kapasitasnya untuk berfungsi sosial dan menciptakan kondisi masyarakat guna mencapai tujuan-tujuannya.[4]
3.    Leonora Scrafica-deGuzman.
Pekerjaan sosial adalah profesi yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan pelayanan sosial yang terorganisasi, dimana tujuannya untuk memfasilitasi dan memperkuat relasi dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling menguntungkan antar individu dengan lingkungan sosialnya, melalui penggunaan metode-metode pekerjaan sosial. [5]
Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi baru yang muncul pada awal abad ke 20, tetapi sudah timbul sejak timbulnya revolusi industri. Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berusaha menyatukan berbagai bidang ilmu atau spesialisasi dari berbagai lapangan praktik. Social worker menangani klien dalam kaitannya dengan memberfungsikan kembali pihak yang mengalami disfungsi sosial sehingga usaha-usaha yang dikembangkan membantu kliennya dalam menjalankan fungsi sosialnya. Menurut Thelma Lee Mendoza disfungsi sosial dapat tejadi karena:
  • Ketidakmampuan individu atupun patologi yang membuat seseorang sulit menjalankan tuntutan lingkungannya.
  • Ketidakmampuan lingkungan yang di bawah kemampuan individu untuk mnyesuakan diri.
  • Ketidakmampuan personal dan situasional.
Disfungsi sosial tersebut dapat diatasi dengan tiga bentuk intervensi, yaitu:
  • Intervensi yang dilakukan melalui individu
  • Intervensi yang dilakukan melalui situasi atau lingkungannya melalui penyediaan fasilitas dan pelayanan, serta
  • Intervensi melalui individu dan juga lingkungannya
Jika dilihat dari hal di atas maka pekerjaan sosial mencakup area yang tidak terlalu luas yaitu pada area mikro dan mezzo walaupun juga mencakup sedikit area makro tetapi tidak lebih banyak dari ilmu kesejahteran sosial, dengan kata lain pekerjaan sosial berada dalam cakupan ilmu kesejahteraan sosial.

Pengertian Ilmu Kesejahteraan Sosial
Jika kita berbicara mengenai ilmu kesejahteraan sosial maka awalnya kita harus berbicara mengenai kesejahteraan sosial itu sendiri. Di bawah ini ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut beberapa ahli.
  1. Gertrude Wilson:
“Kesejahteraan sosial merupakan perhatian yang terorganisir dari semua orang untuk semua orang”.
  1. Walter Friedlander
“Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari institusi dan pelayanan sosial yang dirancang untuk membantu individu atau kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih baik”.
  1. Elizabeth Wickenden
“kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat”.
  1. Pre-conference working committee for the XVth International Conference of Social Welfare
“Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup mayarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup kebijakan dan pelayanan yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat seperti pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan  pendidikan, rekreasi, tradisi budaya, dan lain sebagainya”.
Definisi-definisi di atas mengandung pengertian bahwa kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi dan spiritual. Selain itu kesejahteran sosial dianalogikan sebagai kesehatan jiwa yang dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu sebagai keadaan, ilmu , kegiatan, dan gerakan.
Dalam kaitannya kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu, ilmu kesejahteraan sosial diartikan sebagai suatu ilmu yang berusaha mengembangkan metodologi (termasuk aspek strategi dan teknik) untuk menangani berbagai macam masalah sosial, baik di tingkat individu, kelompok, keluarga, maupun masyarakat (baik lokal, regional maupun internasional).
Munculnya ilmu kesejahteraan sosial tidak bisa dilepaskan dari kajian sejarah pekerjaan sosial sebagai cikal bakal adanya ilmu kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial yang berawal dari praktik-praktik para relawan mempunyai sekolah khusus untuk pertama kalinya yang diprakarsai oleh Marry Richmond. Selanjutnya dengan meluasnya masalah-masalah sosial yang timbul maka perlu adanya kajian yang lebih luas dibandingkan kajian dalam pekerjaan sosial sehingga muncullah ilmu kesejahteraan sosial yang menggabungkan berbagai ilmu yang lebih banyak daripada pekerjaan sosial. Seperti sudah dikatakan di atas bahwa ilmu kesejahteraan sosial juga mencakup penyelesaian masalah internasional yang berupa kebijakan dan peraturan perundangan.
B. Hubungan Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang berusaha untuk menyatukan berbagai bidang ilmu ataupun spesialisasi dari berbagai lapangan praktek. Masalah-masalah yang dihadapi pekerjaan sosial erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranan berdasarkan status yang ia miliki sesuai dengan harapan masyarakat atau lingkungannya. Pada intinya, pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang secara langsung atau tidak langsung membantu individu, kelompok ataupun masyarakat dalam memberfungsikan kembali peranan yang ia atau mereka miliki.
Sebagai sebuah ilmu yang memiliki tujuan utama menciptakan masyarakat yang sejahtera, diperlukan adanya suatu usaha kesejahteraan sosial untuk mencapai tujuan tersebut.  Menurut Arthur Dunham , untuk mencapai peningkatan kualitas hidup melalui usaha kesejahteraan sosial, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas hidup di bidang kehidupan anak dan keluarga, bidang kesehatan, kemampuan adaptasi dengan lingkungan sosial, pemanfaatan waktu luang, dll.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa usaha kesejahteraan sosial harus memperhatikan berbagai unsusr dari kehidupan sosial manusia, yaitu individu, kelompok, komunitas, ataupun unit sosial yang lebih luas.
Ilmu pekerjaan sosial sendiri pada intinya merupakan himpunan bagian dari ilmu kesejahteraan sosial, atau dapat pula dikatakan bahwa ilmu kesejahteraan sosial adalah perluasan dari ilmu pekerjaan sosial.
Ilmu pekerjaan sosial lebih memusatkan pada tiga metode pekerjaan sosial yang konvensional, yaitu bimbingan sosial perseorangan, bimbingan sosial kelompok, serta pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Sedangkan ilmu kesejahteraan sosial, selain menggunakan ketiga metode tersebut juga telah memperluas bidang kajiannya dengan bidang yang lebih makro seperti perencanaan kesejahteraan sosial baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional; dan penelitian kesejahteraan sosial.
Dalam hal keterkaitan dengan bidang studi psikologi, pembahasan mengenai keterkaitan pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial akan lebih dekat bila dilihat pada tingkat mikro.  Keterkaitannya lebih banyak terlihat dalam hubungan dengan ketiga metode pekerjaan sosial yang konvensional diatas.
Buku Applied Psychology For Social Workers yang dikarang Paula Nicolson dan Rowan Bayne (Isbandi R. Adi, 1994)  mencoba menggambarkan mengapa psikologi diajarkan pada para mahasiswa pekerjaan sosial, dan menyimpulkan area-area utama psikologi diterapkan pada bidang praktek kesejahteraan sosial. Pada awal perkembangannya, pekerjaan sosial butuh untuk menguatkan kerangka teoritis dan kebutuhan untuk mendefinisikan batasan serta cakupan praktek pekerjaan sosial telah menjadi sumber perdebatan utama. Hal ini terlihat pada kursus Certificate of Qualification in Social Work (CQSW) yang dikembangkan untuk melatih tenaga professional yang baru dan diusulkan untuk melengkapi para mahasiswa agar dapat menangani rentangan permasalahan sosial yang mempengaruhi berbagai macam kelompok klien. Secara umum tujuan pelatihan pekerja sosial tersebut mengkonsentrasikan diri pada tiga bidang dibawah ini :
  1. Membuat pekerja sosial mampu memahami konteks sosial dan politik dari pekerjaannya.
  2. Memberikan keterampilan untuk melakukan penilaian dan keterampilan untuk melakukan terapi.
  3. Mempertimbangkan pengetahuan teoritis mengenai perkembangan manusia, interkasi sosial, dan luas lingkup disiplin profesionalnya sendiri serta displin professional lain.
Dalam melaksanakan pekerjaan sosial juga dibutuhkan ilmu Psikologi karena dapat memberikan sumbangan dalam mencapai pemahaman pada :
  1. Isu-isu praktis dan teoritis mengenai keterampilan wawancara, keterampilan melakukan penilaian, dan ketrampilan melakukan terapi.
  2. Perkembangan dan interkasi manusia.
  3. Ruang lingkup psikologi terapan yang mendukung pekerjaan soisal dan berbagai layanan kesejahteraan lainnya.
Pada tahun 1950-an terjadi perluasan dalam praktik pekerjaan sosial yang bergerak ke arah pelatihan professional pada pekerja sosial di bidang psikiatri yang merupakan kelompok paling professional dan mempunyai otonomi yang kuat diantara para pekerja sosial. Dalam sejarahnya, mereka mendapat landasan teoritis dari para ahli terapi dan pekerja sosial di Amerika yang berorientasi pada aspek psikodinamik. Mereka mengebangkan metode interfensi yang dikenal dengan nama social case work. Metode ini fleksibel dalam menempatkan kerangka pemahaman mengenai konteks sosial dan psikologi dari permasalahan klien and dapat beradaptasi dengan perubahan alur  teori pekerjaan sosial karena metode ini merupakan kerangka teoritis pertama yang mnedukung berkembang pekrejaan sosial sebagai suatu profesi. Dampaknya psikologi disamakan dengan teori psikodinamik.
Dua alasan utama pendekatan ini diadaptasi oleh profesi pekerjaan sosial:
  1. Teori psikodinamik secara jelas mengarah pada pemahaman proses emosional dan psikologis yang terjadi pada kehidupan individu dan saat mereka berinteraksi.
  2. Alur psikologi secara keseluruhan tidak menunjukkan minat secara utuh dalam memberikan sumbangan terhadap pembentukan teori pekerjaan sosial atau pelatihan pekerjaan social
Menurut Kurt Lewin dan Sigmund Freud pandangan dasar dari teori psikodinamika  umumnya menggambarkan adanya kekuatan yang mempengaruhi dinamika perilaku seseorang. Perbedaan yang mendasar dari pandangan Lewin dan Freud terlihat dari kekuatan yang mendorong perilaku seseorang. Freud lebih memfokuskan pada aspek dalam diri seseorang sedangkan lewin lebih menekankan kekuatan dari luar diri seseorang yang mempunyai nilai positif dan negative terhadap individu walaupun lewin mengakui adanya dinamika dalam diri individu akibat kekuatan dari unsur yang dalam diri individu.
Walaupun pada awalnya bidang pekerjaan sosial (terutama intervensi mikro) lebih terfokus pada pandangan psikodinamika, dalam pertimbangannya pendekatan psikologi yang lain mulai mendapat perhatian dari bidang pekerjaan sosial maupun ilmu kesejahteraan sosial dalam upaya mengembangkan bidang pekerjaan sosial secara lebih utuh. Menurut Paula Nicolson dan Rowan Bayne, pendekatan psikologi yang dapat diterapkan dibidang pekerjaan sosial adalah sebagai berikut:
  1. Ketrampilan yang berkaitan dengan kemampuan menjalin hubungan dengan individu, kelompok, atapun individu dalam kelompok
  2. Pendekatan yang terkait dengan isu perkembangan, hubungan antar individu, maupun kehidupan sosial yang terkait dengan relasi antara pekerja sosial dengan klien
  3. Pemahaman tentang konteks dalam pekerjaan sosial di tingkat mikro maupun makro
Selain itu materi psikologi memberikan sumbangan bagi penelitian di bidang kesejahteraan sosial berupa metode kulitatif dan kuantitatif untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Hal ini berarti memberikan alternatif dan variasi tambahan dibandingkan dengan masukan dari disiplin kesehatan masyarakat, sosiologi, maupun antropologi. Psikologi juga membantu pengembangan kemampuan organisasi dan administrasi lembaga kesejahteraan sosial serta kepemimpinan dalam lembaga nirlaba.

SISTEM PEMERINTAHAN YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA


Sampai sekarang kita masih bertanya-tanya dalam hati, dalam merumuskan konstitusi untuk suatu negara Indonesia yang merdeka pada tahun 1945, setelah memilih bentuk negara kesatuan dan menolak bentuk negara federal, pertimbangan apa yang menyebabkan para Pendiri Negara —yang umumnya memperoleh pendidikan tingginya di negeri Belanda ataupun di Indonesia yang dijajah negeri Belanda— sampai memilih sistem pemerintahan presidensial dan menolak sistem pemerintahan parlementer. Secara retrospektif dapat dikatakan, bahwa sistem pemerintahan presidensial dalam bentuk negara kesatuan akan mengandung risiko berganda, yaitu kekuasaan pemerintahan yang teramat besar di tingkat nasional dengan sistem pengambilan keputusan yang sangat sentralistik.
Jika keberadaan Presiden berkaitan dengan bentuk Pemerintahan maka kekuasaan Presiden dipengaruhi dengan sistim pemerintahan. Pada sistem pemerintahan biasanya dibahas pula dalam hal hubungannya dengan bentuk dan struktur organisasi negara dengan penekanan pembahasan mengenai fungsi-fungsi badan eksekutif dalam hubungannya dengan badan legislatif. Secara umum sistim pemerintahan terbagi atas tiga bentuk yakni sistim pemerintahan Presidensil, parlementer dan campuran yang kadang-kadang disebut “kuasi Presidensil” atau “kuasi parlementer”.
Mengingat pentingnya hal ini maka kami merasa perlu mengangkat tema ini ke dalam suatu bentuk makalah yang akan membahas secara lebih mendalam mengenai sistem pemerintahan negara kita.
Hakekat Sistem Pemerintahan
Istilah system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:
1. sistem pemerintahan presidensial;
2. sistem pemerintahan parlementer.
Pada umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bahkan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial.
Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif.
Perkembangan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia
Sistem pemerinatahan negara Republik Indonesia mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan berubahnya konstitusi yang digunakan di Indonesia. Adapaun sistem pemerinatahan yang pernah berlangsung anatara lain adalah:
a. Sistem Pemerintahan di bawah UUD 1945, 18 Agustus 1945
Dalam dinamika atau perkembangan pasang surut ketatanegaraan atau sistem pemerintahan RI dapat kita lihat dari naskah resmi UUD yang pernah berlaku di Indonesia mulai dari 18 Agustus 1945 sampai sekarang.
Sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem pemerintahan dari negara manapun, melainkan merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Kalau diperhatikan sistimatika dari sejak pembentukan UUD 1945 (BPUPKI) yang dijadikan dasar pembentukan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia dapat kita ketahui dari Batang tubuh dan Penjelasan Resmi dari UUD 1945 bahwa negara Republik Indonesia menganut Sistem pemerintahan Presidensial
Pada bagian Batang Tubuh UUD 1945 kita dapat jumpai pada pasal 4 ayat 1 yang menyatakan “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang – Undang Dasar “. Sedangkan pada pasal 5 ayat 2 menyatakan “ Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya “. Pada pasal 17 ayat 1 menyatakan Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Pasal 17 ayat 2 menyebutkan: Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
Pada Penjelasan Resmi UUD 1945, pada awal dibentuknya UUD 1945 yang ditetapkan 18 Agustus 1945 oleh PPKI dapat kita jumpai adanya penegasan tentang Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai berikut : 1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, 2. Sistem Konstitusional, 3. Kekuasaan yang tertinggi ditangan MPR, 4. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi di bawah Majelis, 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, 6. Menteri Negara adalah pembantu Presiden , Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, 7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas
Adapun lembaga negara menurut UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 adalah 1. MPR, 2. DPR, 3. Presiden dan Wk. Presiden, 4. MA, 5. BPK, 6. DPA
b. Sistem Pemerintahan Konstitusi RIS 1949
Dalam periode ini yang dijadikan sebagai pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 (KRIS 1949). UUD ini terdiri dari Mukadimah, 197 pasal dan 1 lampiran. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Republik Indonesia yang Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federal.
Kekuasaan kedaulatan di dalam Negara Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan perwakilan Rakyat dan Senat sesuai dengan pasal 1 ayat 2 Konstitusi RIS 1949, Badan pemegang kedaulatan ini juga merupakan badan pembentuk undang-undang yang menyangkut hal-hal yang khusus mengenai satu, beberapa atau semua negara bagian atau bagiannya. Mengatur pula hubungan khusus antara negara RIS dengan daerah-daerah yang tersebut dalam pasal 2 dan pasal 127 a. Pembuatan undang-undang tanpa Senat tetapi hanya dilakukan oleh pemerintah dan DPR merupakan produk undang-undang yang tidak mengatur masalah hubungan negara RIS dengan negara bagian
Sistem pemerintahannya adalah Parlementer berdasarkan pasal 118 ayat 2 menyebutkan sebagai berikut “ Presiden tidak dapat diganggu gugat. Tanggung jawab kebijaksanaan pemerintah berada ditangan menteri, tetapi apabila kebijakan menteri/para menteri ternyata tidak dapat dibenarkan oleh DPR, maka menteri/menteri-menteri itu harus mengundurkan diri, atau DPR dapat membubarkan menteri-menteri (kabinet) tersebut dengan alasan mosi tidak percaya.
Menurut ketentuan pasal-pasal yang tercantum dalam Konstitusi RIS 1949, sistem pemerintahan yang dianutnya sistem pemerinhtahan parlementer. Pada sistem ini, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), dan apabila pertanggung jawabannya itu tidak diterima oleh parlemen atau DPR, maka kabinet secara perseorangan atau secara bersama-sama harus mengundurkan diri atau membubarkan diri, jadi kedudukan kabinet sangat tergantung pada parlemen (DPR).
c. Sistem Pemerintahan di Bawah UUDS 1950
Negara Kesatuan menjadi pilihan pada masa berlakunya UUD Sementara 1950, hal tersebut ditegaskan dalam pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 yang berbunyi “ Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan “.
Bentuk negara kesatuan merupakan kehendak rakyat Indonesia, hal ini dikemukakan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1950, sedangkan pada Mukadimah UUDS 1950 menyebutkan “ Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik kesatuan “
Pada pasal 45 UUDS 1950 disebutkan “ Presiden ialah Kepala Negara “. Sedangkan UUDS 1950 menganut sistem pemerintahan parlementer dapat kita temukan dalam pasal 83 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan :
1. Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
2. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk keseluruhannya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri
Berdasarkan pasal 83 ayat 1 dan 2 UUDS 1950, jelaslah bahwa yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri kepada parlemen atau DPR. Sedangkan pasal 83 ayat 1 dan 2 UUDS 1950 dipertegas lagi oleh pasal 84 UUDS 1950 yang berbunyi “ Presiden berhak membubarkan DPR “. Pembubaran DPR oleh Presiden diikuti dengan perintah segera melaksanakan pemilihan umum untuk memilih DPR dalam waktu 30 hari setelah pembubaran DPR
d. Sistem Pemerintahan di Bawah UUD 1945, 5 Juli 1959
Berdasarkan pasal 134 UUDS 1950 menegaskan Konstituante (Sidang pembuat UUD) bersama-sama Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS 1950. Mengingat UUD 1950 masih bersifat sementara, maka harus segera ada UUD yang tetap. Berdasarkan UUDS 1950 pembentukan badan Konstituante haruslah melalui pemilihan umum. Pemilihan umum untuk anggota Konstituante, baru dapat terlaksana pada tanggal 15 Desember 1955, dan Konstituante untuk pertama kali bersidang pada tanggal 10 Nopember 1956 dalam sidang ini dibuka oleh Presiden Soekarno di Bandung. Pada sidang Konstituante inilah untuk pertama kalinya Presiden Soekarno memperkenalkan istilah Demokrasi Terpimpin. Ternyata Konstituante selalu gagal dalam merumuskan dan menetapkan UUD yang difinitif sehingga otomatis sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem pemerintahan yang pertama berlaku di Indonesia.
e. Sistem Pemerintahan di Bawah UUD 1945, Masa Orde Baru
Dinamika politik pada periode Orde Baru, dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut :
• Lahirnya Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yaitu 1. bubarkan PKI, 2. bersihkan Kabinet Dwi Kora dari PKI, 3. turunkan harga barang/perbaiki ekonomi
• Pemerintah Orba lebih menekankan pada pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kemudian stabilitas nasional dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang terkenal dengan Tri Logi Pembangunan
• Pada awal pemerintahan Orba, parpol dan media massa diberi kebebasan untuk melancarkan kritik dan mengungkapkan realita dalam masyarakat, lama kelamaan dibuatkan aturan tentang setiap penyiaran baik elektronika maupun catak harus melalui badan sensor yang ketat dan apabila ada pelanggaran maka Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP) bisa dicabut. Begitu pula terhadap partai politik setelah keluarnya Undang-Undang No. 15 tahun 1969 tentang pemilu dan Undang-Undang No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan anggota MPR, DPR dan DPRD terjadilah kekuasaan otoriter soeharto karena 1/3 kursi anggota MPR dan 1/5 kursi anggota DPR, DPRD melalui pengangkatan tidak melalui pemilu, yang diangkat adalah ABRI dan golongan fungsional serta utusan daerah yang mendukung kekuasaan Presiden hanya caranya sangat rapi dan dikuatkan oleh Undang-Undang dan hal ini berlangsung sampai pemilu 1999.
• Kemenangan Golongan Karya (Golkar) pada pemilu 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah dikalangan sipil, karena Golkar sangat dominan, sementara partai politik lainnya berada di bawah pengawasan pemerintah, selanjutnya Golkar ini sebagai motor penggerak Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya selama 32 tahun yang juga mendapat dukungan kuat dikalangan TNI dan Polri.
• Pemilu 1971 yang diikuti oleh 10 kontestan (9 parpol dan 1 Golkar) akhirnya pada pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 hanya diikuti oleh 3 kontestan yaitu PDI, PPP dan Golkar. Karena sejak dikeluarkannya UU No. 3 tahun1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya maka 9 partai dilebur (difusikan) menjadi dua partai yaitu yang bercirikan Islam menjadi Partai Persatuan Pembangunan dan yang bercirikan Nasionalisme dan Demokrasi menjadi Partai Demokrasi Indonesia.
• Selama pemerintah Orba, parpol dan lembaga dewan sangat lemah karena selalu dalam bayangan dan kontrol yang kuat, kekuasaan pemerintah di bawah Soeharto sangat kuat, kehidupan berpolitik rakyat mati suri, sedikit kritik berarti siap untuk menanggung akibatnya yaitu hilang dan tidak ada kabar beritanya. Anggota dewan yang berani berbicara tajam di recall dengan alasan menjaga stabilitas nasional untuk mewujudkan salah satu dari tri logi pembangunan
Sistem Pemerintahan menurut UUD 1945 pada masa orde baru sudah memenuhi tuntutan yang ada pada ketentuan UUD 1945, hal dapat terselenggara semenjak pelaksanaan pemilu yang pertama pada tahun 1971. Pada pemilihan umum yang pertama dan pada pemilihan umum-pemilihan umum seterusnya berdasarkan UUD 1945 lembaga negara menurut UUD 1945 sudah difinitif (sudah sesuai dengan pasal-pasal UUD 1945)
Lembaga Negara yang harus ada berdasarkan UUD 1945 : MPR. DPR, Presiden dan Wakil Presiden, DPA, MA dan BPK. Lembaga negara semacam ini memiliki tugas dan wewenang berdasarkan UUD 1945. dan semenjak UUD 1945 diamandemen dan dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun 2003 lembaga negara seperti tersebut di atas mengalami perubahan. Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen lembaga negara yang ada : MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK, KY, BPK, lembaga negara ini semua sudah terpenuhi sesuai dengan peraturan perundangan yang ada menurut UUD 1945
f. Sistem Pemerintahan di Bawah UUD 1945, Masa Reformasi
Sistem Pemerintahan pada masa Orde Reformasi, dapat kita lihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut :
• Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan maupun tulisan sesuai pasal 28 UUD 1945 dapat terwujud dengan dikelarkannya UU No 2 / 1999 tentang Partai Politik yang memungkinkan Multipartai
• Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan dengan keluarnya Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998 yang ditindaklanjuti dengan UU N0. 30 / 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (kini sedang menangani kasus KPU)
• Lembaga legeslatif dan organisasi sosial politik sudah memiliki keberanian untuk menyatakan pendapatnya terhadap ekskutif yang cenderung seimbang dan proporsional
• Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan dengan menuntut adanya laporan pertanggungjawaban tugas lembaga negara (progress report), UUD 1945 diamandemen, Pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat Presiden dalam sidang istimewanya
• Dalam amandemen UUD 1945 masa jabatan Presiden paling banyak dua kali masa jabatan, Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2004 dan yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Soesilo Bambang Yudoyono dan Yoesuf Kala, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga negara yang kedudukannya sama denga Presiden, MA, BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD
Di dalam amandemen UUD 1945, ada penegasan tentang Sistem Pemerintahan Presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat dengan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia
Sebagai hasil cipta rasa karsa manusia sistem pemerinatahan negara Indonesia pastilah juga memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sistem pemerintahan negara Indonesia antara lain adalah:
a. Kelebihan Penerapan Sistem Pemerintahan Presidential
- Pemerintahan (Presiden) akan lebih stabil, karena Menteri-Menterinya bertanggung jawab terhadap yang mengangkat dan memberhentikannya
- Kedudukan Pemerintah ( Ekskutif ) sama kuat dengan Parlemen, karena sama-sama tidak dapat saling menjatuhkan
- Presiden sebagai Kepala Pemerintahan ( Ekskutif ), bertanggung jawab kepada yang memilihnya atau yang mengangkatnya sehingga dapat melaksanakan tugas sampai habis masa jabatannya
- Tidak ada badan atau lembaga oposisi
- Apabila ada perselisihan antara Ekskutif dan Legeslatif maka yang memutuskan adalah lembaga Yudikatif
- Presiden hanya bisa dijatuhkan secara yuridis (bila melanggar hukum) bukan secara politis (dalam laporan pertanggungjawaban pada akhir tahun) bila melanggar hukum akan disidang oleh Mahkamah Konstitusi
b. Kekurangan Penerapan Sistem Pemerintahan Presidential
- Kekuasaan Parlemen terbatas pada kontrol atau pengawasan saja terhadap pelaksanaan pemerintahan karena tidak dapat menjatuhkan Presiden (Ekskutif)
- Presiden cendrung otoriter karena pengangkatan dan pemberhentian menteri dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh Presiden (hak prerogative Presiden) dan Menteri dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan program kerja Presiden
- Tidak adanya pemisahan yang tegas antara lembaga negara seperti dalam ajaran pemisahan kekuasaan (sparation of power) dari Trias Politika, karena Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution of power)
Simpulan
Adapun simpulan yang dapat kami ambil dari penyusunan dari makalah ini yaitu :
1. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan yang terdiri atas dua jenis yaitu presidensial dan parlementer.
a. Sistem pemerinatahan negara Republik Indonesia mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan berubahnya konstitusi yang digunakan di Indonesia. Berdasarkan pembahasan terdapat 6 kali perubahan terhadap sistem pemerintahan Indonesia yaitu (1) Sistem Pemerintahan di bawah UUD 1945, 18 Agustus 1945, (2) Sistem Pemerintahan Konstitusi RIS 1949, (3) Sistem Pemerintahan di Bawah UUDS 1950, (4) Sistem Pemerintahan di Bawah UUD 1945, 5 Juli 1959, (5) Sistem Pemerintahan di Bawah UUD 1945, Masa Orde Baru, dan (6) Sistem Pemerintahan di Bawah UUD 1945, Masa Reformasi
2. Sebagai hasil cipta rasa karsa manusia sistem pemerinatahan negara Indonesia pastilah juga memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan.Kelebihannya adalah pemerinta lebih stabil sehingga bisa menjalankan program secara optimal. Sedangkan kelemahannya adalah presiden tidak dapat dijatuhkan jika salah melainkan hanya bisa dimonitor saja.