Rabu, 12 Desember 2012

KEPEMIMPINAN ATAU LAEDERSHIP DALAM ISLAM

A.    Pengertian

Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang di pimpinnya, Seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka, seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atasnya. Seorang hamba sahaya adalah penjaga harga tuannya dan dia bertanggung jawab atasnya. (HR Bukhari)

    Dalam bahasa Arab seorang pemimpin disebut khalifah. Kata khalifah ini berasal dari akar kata خ-ل-ف dalam kamus Al-Asri berarti mengganti begitu juga termaktub dalam kamus al-Munawwir. Khalifah adalah isim fa’il yang berarti pengganti.
Dalam al-Quran kata khalifah juga berarti pemimpin (QS. Al-Baqarah: 30) dan dalam ayat lain dikatakan pewaris. Mungkin semua makna ini bisa sesuai dengan kondisi ayat al-Quran tersebut dan maksudnya. Dengan kata lain bahwa manusia diciptakan telah mempunyai kemampuan menjadi pemimpin, pewaris, atau pengganti.
Ibnu khaldun dalam kitab Muqaddimah banyak berbicara mengenai khalifah dan imamah (kepemimpinan). Ia menarik teori bahwa manusia mempunyai kecendrungan alami untuk memimpin karena mereka diciptakan sebagai khalifah.
Banyak pakar manajemen yang mengemukakan pendapatnya tentang kepemimpinan. Dalam hal ini dikemukakan George R. Terry (2006 : 495), sebagai berikut: “Kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi orang orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela.”
Kepemimpinan menurut Halpin Winer yang dikutip oleh Dadi Permadi (2000 : 35) bahwa : “Kepemimpinan yang menekankan dua dimensi perilaku pimpinan apa yang dia istilahkan “initiating structure” (memprakarsai struktur) dan “consideration” (pertimbangan).Memprakarsai struktur adalah perilaku pemimpin dalam menentukan hubungan kerja dengan bawahannya dan juga usahanya dalam membentuk pola-pola organisasi, saluran komunikasi dan prosedur kerja yang jelas. Sedangkan pertimbangan adalah perilaku pemimpin dalam menunjukkan persahabatan dan respek dalam hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya dalam suatu kerja.

B.    Akhlak yang Harus Dimiliki
Seorang pemimpin apapun tugas dan di mana pun kedudukannya, dipandang sebagai lambang organisasi dan menjadi juru bicara mewakili lembaga atau organisasi yang dipimpinnya. Dia perlu perilaku yang baik terhadap siapapun, agar lembaga atau organisasi yang dipimpinnya tidak dijauhi orang.
Rasulullah adalah qudwah hasanah kita, yang banyak mengajarkan tentang kepemimpinan. Apapun amal kita harus merujuk kepada beliau. Pemimpin juga harus begitu, meneladani akhlak, sifat dan perilaku beliau serta seluruh aktifitas kepemimpinan beliau.
Berikut adalah sifat dan akhlak yang harus dimiliki setiap pemimpin:
1.    seluruh kegiatannay dilakukan semata hanya mengharap ridho Allah swt.
2.    ingatannya kuat, bijak, cerdas, berpengalaman dan berwawasan luas.
3.    perhatian dan penyantun.
4.    bersahabat dan sederhana.
5.    shidiq, benar dalam berkata, sikap dan perbuatan.
6.    tawadhu’.
7.    memaafkan, menahan amarah, sabar, dan berlaku ihsan.
8.    menepati janji dan sumpah setia.
9.    tekad bulat, tawakkal dan yakin serta menjahui sikap pesimis.
Beberapa kriteria kepemimpinan dalam islam :

1.    Menggunakan Hukum Allah
    Dalam berbagai aspek dan lingkup kepemimpinan, ia senantiasa menggunakan hukum yang telah di tetapkan oleh Allah, hal ini sebagaimana ayat ;

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (Qs : 4:59)

    Melalui ayat di atas ta'at kepada pemimpin adalah satu hal yang wajib dipenuhi, tetapi dengan catatan, para pemimpin yang di ta'ati, harus menggunakan hukum Allah, hal ini sebagaimana di nyatakan dalam ayat-Nya yang lain :

    "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)". (Qs: 7 :3)

2.    Tidak meminta jabatan, atau menginginkan jabatan tertentu
"Sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada seseorang yang memintanya, tidak pula kepada orang yang sangat berambisi untuk mendapatkannya" (HR Muslim).

    "Sesungguhnya engkau ini lemah (ketika abu dzar meminta jabatan dijawab demikian oleh Rasulullah), sementara jabatan adalah amanah, di hari kiamat dia akan mendatangkan penyesalan dan kerugian, kecuali bagi mereka yang menunaikannya dengan baik dan melaksanakan apa yang menjadi kewajiban atas dirinya". (HR Muslim).

    Kecuali, jika tidak ada lagi kandidat dan tugas kepemimpinan akan jatuh pada orang yang tidak amanah dan akan lebih banyak membawa modhorot daripada manfaat, hal ini sebagaimana ayat ;

    "Jadikanlah aku bendaharawan negeri (mesir), karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan". (Qs : Yusuf :55)

Dengan catatan bahwa amanah kepemimpinan dilakukan dengan ;
•    Ikhlas
•    Amanah
•    Memiliki keunggulan dari para competitor lsinnya
•    Tidak menyebabkan terjadinya bencana jika dibiarkan jabatan itu diserahkan pada orang lain

3.    Kuat dan amanah
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (Qs : 28: 26).

4.    Profesional
    "Sesungguhnya Allah sangat senang pada pekerjaan salah seorang di antara kalian jika dilakukan dengan profesional" (HR : Baihaqi)

5.    Tidak aji mumpung karena KKN
Rasulullah SAW, "Barang siapa yang menempatkan seseorang karena hubungan kerabat, sedangkan masih ada orang yang lebih Allah ridhoi, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang mukmin". (HR Al Hakim).

    Umar bin Khatab; "Siapa yang menempatkan seseorang pada jabatan tertentu, karena rasa cinta atau karena hubungan kekerabatan, dia melakukannya hanya atas pertimbangan itu, maka seseungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin".

6.    Menempatkan orang yang paling cocok
    "Rasulullah menjawab; jika sebuah perkara telah diberikan kepada orang yang tidak semestinya (bukan ahlinya), maka tunggulah kiamat (kehancurannya)". (HR Bukhari).

    Dalam konteks hadits ini, setidaknya ada beberapa hal  yang bisa kita cermati,

•    Seorang pemimpin harus bisa melihat potensi  seseorang.
    Setiap manusia tentunya diberikan kelebihan dan  kekurangan.Kesalahan terbesar bagi seorang pemimpin  adalah ketika dirinya tidak bisa melihat potensi seseorang dan menempatkannya pada tempat yang  semestinya. Begitu pentingnya perhatian bagi seorang pemimpin terhadap hal ini, maka Rasulullah saw bersabda sebagaiman hadits pada poin 5 di atas.

    Ketidakmampuan pemimpin dalam hal ini hanya akan membuat jama'ah atau organisasi yang di pimpinnya  menjadi tidak efektif dan efisien, bahkan tidak sedikit kesalahan pemimpin dalam hal ini menimbulkan kekacauan yang membawa kepada kehancuran.

•    Bisa mengasah potensi seseorang.
    Selain ia bisa melihat potensi pada diri seseorang, seorang pemimpin dengan caranya yang paling baik, ia  bisa mengasah potensi mereka yang berada dalam  kepemimpinannya. Mengasah potensi seseorang berbeda dengan "memaksa" seseorang untuk menjadi seseorang yang tidak di inginkannya.

•    Menempatkan seseorang sesuai dengan potensi yang ia  miliki.
    "Right man in the right place", adalah ungkapan yang  seringkali kita dengar. Bahwa menempatkan seseorang  itu harus berada pada tempat yang paling tepat bagi orang tersebut serta penugasannya.

•    Mengatur setiap potensi dari mereka yang di pimpinnya menjadi satu kekuatan yang kokoh.
    Bangunan yang baik, kokoh dan indah tentunya tidak hanya terdiri dari satu elemen, tetapi terdiri dari berbagai elemen yang ada di dalamnya. Tentunya, penempatan dan penggunaan masing-masing elemen itulah yang sangat mempengaruhi bagaimana sebuah bangunan itu.  Perumpamaan sederhana ini bisa kita gunakan untuk memahami tugas seorang pemimpin dalam menempatkan, menggunakan mereka yang berada dalam kepemimpinannya

Sedangkan George R Terry (2006 : 124), mengemukakan 8 (delapan) ciri mengenai kepemimpinan dari pemimpin yaitu :
a.    Energik, mempunyai kekuatan mental dan fisik;
b.    Stabilitas emosi, tidak boleh mempunyai prasangka jelek terhadap bawahannya, tidak cepat marah dan harus mempunyai kepercayaan diri yang cukup besar;
c.    Mempunyai pengetahuan tentang hubungan antara manusia;
d.    Motivasi pribadi, harus mempunyai keinginan untuk menjadi pemimpin dan dapat memotivasi diri sendiri;
e.    Kemampuan berkomunikasi, atau kecakapan dalam berkomunikasi dan atau bernegosiasi;
f.    Kemamapuan atau kecakapan dalam mengajar, menjelaskan, dan mengembangkan bawahan;
g.    Kemampuan sosial atau keahlian rasa sosial, agar dapat menjamin kepercayaan dan kesetiaan bawahannya, suka menolong, senang jika bawahannya maju, peramah, dan luwes dalam bergaul;
h.    Kemampuan teknik, atau kecakapan menganalisis, merencanakan, mengorganisasikan wewenang, mangambil keputusan dan mampu menyusun konsep.

Kemudian, kepemimpinan yang berhasil di abad globalisasi menurut Dave Ulrich adalah: “Merupakan perkalian antara kredibilitas dan kapabilitas.” Kredibilitas adalah ciri-ciri yang ada pada seorang pemimpin seperti kompetensi-kompetensi, sifatsifat, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang bisa dipercaya baik oleh bawahan maupun oleh lingkungannya.”

    Sedangkan kapabilitas adalah kamampuan pemimpin dalam menata visi, misi, dan strategi serta dalam mengembangkan sumber-sumber daya manusia untuk kepentingan memajukan organisasi dan atau wilayah
kepemimpinannya.” Kredibilitas pribadi yang ditampilkan pemimpin yang menunjukkan kompetensi seperti mempunyai kekuatan keahlian (expert power) disamping adanya sifat-sifat, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang positif (moral character) bila dikalikan dengan kemampuan pemimpin dalam menata visi, misi, dan strategi organisasi/ wilayah yang jelas akan merupakan suatu kekuatan dalam menjalankan roda organisasi/wilayah dalam rangka mencapai tujuannya.”


C.    Adab dan pergaulan pemimpin dan anggota
Maksudnya ialah aturan dan adab pergaulan pimpinan dan anggota agar terbentunya keefektifan kinerja antara keduanya. Yaitu sebagai berikut:
1.    mengucapkan salam dan bertanya kabar kalau berjumpa.
2.    saling menghormati dan menghargai.
3.    saling mempercayai dan baik sangka.
4.    nasehat-menasehati demi kemajuan organisasi atau lembaga.
5.    bawahan boleh mengkritik pimpinan kritikan yang membangun.
6.    pimpinan harus berlapang dada dalam menerima kritikan dari segenapanggota demi kemajuan bersama.

D.    Amanah dan Tanggung Jawab Pemimpin

Seorang pemimpin dibebani amanah dan tanggung jawabyang harus ia laksanakan untuk mencapai tujuan dari organisasi yang ia pimpin. Dalam islam setiap manusia yang terlahir di muka bumi ini ialah seorang pemimpin yang memimpin umat ini kepada dien Allah. Semakin banyak orang yang dipimpinnya semakin berat pula beban yang dipikulnya. Dalam sebuah Hadist Rasulullah saw bersabda:

كلّكمراعوكلّكممسؤولعنرعيّته

Artinya: setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban tentang bapa yang ia pimpin.

Kepemimpinan tidak boleh diberikan kepada orang yang memintanya terlebih dengan ambisius untuk mendapatkannya. Kenapa? Karena dikhawatirkan dia tidak mampu mengemban amanah tersebut kemudian mungkin mempunyai niat lain atau ingin mengambil keuntungan yang banyak ketika ia telah mempunyai kekuasaan. Dalam hal ini Abu Dzar RA berkata, ”Aku bertanya,” wahai Rasulullah saw, maukah engkau mengangkatku memegang satu jabatan?” kemudian Rasulullah saw menepuk bahuku dengan tangannya sambil bersabda:

”Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau ini lemah dan sesungguhnya itu (jabatan) adalah amanah. Dan sesungguhnya ia pada hari kiamat menjadi kesengsaraan dan penyesalan, kecuali yang mengambilnya dengan haqnya dan menyempurnakan apa yang menjadi wajib keatasnya dan diatas jabatan itu.”
Seorang pemimpin juga harus memahamkan kepada anggotanya bahwa amanah yang dipikul ini akan dipertanggungjawabkan diakhirat kelak. Apakah ketika mengemban amanah pernah mendzolimi orang atau tidak. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:

”Apabila seorang hamba (manusia) yang diberikan kekuasaan rakyat mati, sedangkan di hari matinya ia telah mengkhianati rakyatnya, maka Allah swt mengharamkan surga kepadanya.” (muttafaqun ’laih)

Sebelum memberi amanah pemimpin  harus melihat kapasitas yang kan diberi amanah tersebut. Karena amanah haruslah diberikan kepada orang yang kompeten atasnya kalau tidak maka akan menimbulkan ketidak sampainya tujuan bahkan mungkin menimbulkan kerusakan. Dalam sebuah Hadist dikatakan ”Kalau seandainya perkara itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.”



E.    Dasar Hukum Pemilihan Pemimpin (Suksesi Kepemipinan)

    Berkaitan dengan kehidupan bernegara, al-Qur’an dalam batas-batas tertentu, tidak memberikan pemberian. Tetapi al-Qur’an hanya memaktubkan tata nilai. Demikian pula as-Sunnah. Nabi tidak menetapkan peraturan secara rinci mengenai prosedur pergantian kepemimpinan umat dan kualifikasi pemimpin umat. Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa Firman Allah dan Sabda Nabi yang berkaitan dengan pembahasan
.
Dasar al-Qur’an
•    Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku”. (QS. Al-Mu’minun: 52)

•    Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan dan menyelenggarakan masalah yang bersifat ijtihadiyah.
“urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka” (QS. As-Syura: 38)

•    Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah.

Pada hakikatnya setiap manusia adalah seorang pemimpin dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Manusia sebagai pemimpin minimal harus mampu memimpin dirinya sendiri. Dalam lingkungan organisasi harus ada pemimpin yang secara ideal dipatuhi dan disegani oleh bawahannya. Kepemimpinan dapat terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan formal (formal leadership) dan kepemimpinan informal (informal leadership). Kepemimpinan formal terjadi apabila dilingkungan organisasi jabatan otoritas formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi, sedang kepemimpinan informal terjadi, di mana kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.
Dalam pandangan Islam kepemimpinan tidak jauh berbeda dengan model kepemimpinan pada umumnya, karena prinsip-prinsip dan sistem-sistem yang digunakan terdapat beberapa kesamaan. Kepemimpinan dalam Islam pertama kali dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kepemimpinan Rasulullah tidak bisa dipisahkan dengan fungsi kehadirannya sebagai pemimpin spiritual dan masyarakat. Prinsip dasar kepemimpinan beliau adalah keteladanan. Dalam kepemimpinannya mengutamakan uswatun hasanah pemberian contoh kepada para sahabatnya yang dipimpin. Rasulullah memang mempunyai kepribadian yang sangat agung, hal ini seperti yang digambarkan dalam al-Qur'an:

Artinya: “Dan Sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berada dalam akhlak yang agung”. (Q. S. al-Qalam: 4)

    Dari ayat di atas menunjukkan bahwa Rasullullah memang mempunyai kelebihan yaitu berupa akhlak yang mulia, sehingga dalam hal memimpin dan memberikan teladan memang tidak lagi diragukan. Kepemimpinan Rasullullah memang tidak dapat ditiru sepenuhnya, namun setidaknya sebagai umat Islam harus berusaha meneladani kepemimpinan-Nya.